Rabu, 21 Maret 2018

cerita islami

Kisah Seorang Petapa Muda dan Seekor Kepiting 

by ; tmt.m



Mengasihi Sesuatu dengan Bijaksana
Suatu ketika di sore hari yang sejuk, nampak seorang anak muda sedang bertadabur dibawah pohon, tidak jauh dari tepi sungai. Saat sedang berkonsentrasi memusatkan pikiran, tiba-tiba perhatian anak muda itu terpecah kala mendengarkan gemericik air yang terdengar tidak beraturan. Perlahan-lahan, ia kemudian membuka matanya. Anak muda itu segera melihat ke arah tepi sungai, sumber suara tadi berasal. Ternyata, disana nampak seekor kepiting yang sedang berusaha keras mengerahkan seluruh kemampuannya untuk meraih tepian sungai sehingga tidak hanyut oleh arus sungai yang deras. Melihat hal itu, anak muda merasa kasihan. Ia segera mengulurkan tangannya ke arah kepiting untuk membantunya.
Melihat tangan terjulur, dengan sigap kepiting menjepit jari si anak muda. Meskipun jarinya terluka karena jepitan capit kepiting, tetapi hati anak muda itu puas karena bisa menyelamatkan si kepiting. Kemudian, dia pun melanjutkan kembali tadaburnya.
Belum lama bersila dan mulai memejamkan mata, terdengar lagi bunyi suara yang sama dari arah tepi sungai. Ternyata kepiting tadi mengalami kejadian yang sama. Maka, si anak muda kembali mengulurkan tangannya dan membiarkan jarinya dicapit oleh kepiting demi membantunya. Selesai membantu untuk kali kedua, ternyata kepiting terseret arus lagi. Maka, anak muda itu menolongnya kembali sehingga jari tangannya makin membengkak karena jepitan capit kepiting.
Melihat kejadian itu, ada seorang tua yang kemudian datang menghampiri dan menegur si anak muda, “Anak muda, perbuatanmu menolong adalah cerminan hatimu yang baik. Tetapi, mengapa demi menolong seekor kepiting, engkau membiarkan capit kepiting melukaimu hingga sobek seperti itu?” “Paman, seekor kepiting memang menggunakan capitnya untuk memegang benda. Dan saya sedang melatih mengembangkan rasa belas kasih. Maka, saya tidak mempermasalahkan jari tangan ini terluka asalkan bisa menolong nyawa mahluk lain, walaupun itu hanya seekor kepiting,” jawab si anak muda dengan kepuasan hati karena telah melatih sikap belas kasihnya dengan baik.
Allah SWT berfirman :“Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS.Al-Baqarah: 195)
Mendengar jawaban si anak muda, kemudian orang tua itu memungut sebuah ranting. Ia lantas mengulurkan ranting ke arah kepiting yang terlihat kembali melawan arus sungai. Segera, si kepiting menangkap ranting itu dengan capitnya. “Lihat, Anak muda. Melatih mengembangkan sikap belas kasih memang baik, tetapi harus pula disertai dengan kebijaksanaan. Bila tujuan kita baik, yakni untuk menolong mahluk lain, tidak harus dengan cara mengorbankan diri sendiri. Ranting pun bisa kita manfaatkan, bukan?” Seketika itu, si pemuda tersadar. “Terima kasih, Paman. Hari ini saya belajar sesuatu. Mengembangkan cinta kasih harus disertai dengan kebijaksanaan. Di kemudian hari, saya akan selalu ingat kebijaksanaan yang paman ajarkan.
” Mempunyai sifat belas kasih, mau memperhatikan dan menolong orang lain adalah perbuatan mulia, entah perhatian itu kita berikan kepada anak kita, orang tua, sanak saudara, teman, atau kepada siapa pun. Tetapi, kalau cara kita salah, seringkali perhatian atau bantuan yang kita berikan bukannya memecahkan masalah, namun justru menjadi bumerang.
Kita yang tadinya tidak tahu apa-apa dan hanya sekadar berniat membantu, malah harus menanggung beban dan kerugian yang tidak perlu. Karena itu, adanya niat dan tindakan berbuat baik, seharusnya diberikan dengan cara yang tepat dan bijak. Dengan begitu, bantuan itu nantinya tidak hanya akan berdampak positif bagi yang dibantu, tetapi sekaligus membahagiakan dan membawa kebaikan pula bagi kita yang membantu.
Ingat firman Allah “Dan tolong-menolong engkau semua atas kebaikan dan ketaqwaan.” (QS. Al-Maidah: 2)
Semoga cerita ini bisa membawa hikmah, manfaat, motivasi ataupun menginspirasi bagi semua pembaca

Tidak ada komentar: