Halal Membawa Berkah, Haram Membawa
Musibah
by . tmt.m
Fulanah (46) galau, toko kelontongnya makin sepi barang.
Akibatnya pelanggan pun jarang mampir karena kebutuhan yang ingin dibeli tidak
tersedia. Ini semua akibat modal Fulanah yang kerap tak cukup untuk membeli
barang dagangan. Dananya tergerus untuk menutupi utang pada rentenir dan bank
yang berbunga tinggi. Kasus Fulanah banyak dialami masyarakat kita. Bujuk rayu
penambahan modal atau kredit menggiurkan—padahal mencekik leher—kadang tak
terhindarkan. Pemahaman yang kurang terhadap unsur-unsur keberkahan dalam
mencari rezeki, membuat praktik riba seolah menjadi hal yang sepele untuk
dihindari. Apalagi jika abai terhadap kewajiban zakat, infak, dan sedekah yang
harusnya selalu menghiasi perputaran rezeki yang didapat. Allah akhirnya punya
banyak cara untuk mengambil hak fakir miskin dari harta tersebut dan mengurangi
keberkahannya.
Cari Berkahnya, Bukan
Jumlahnya
Keberkahan sebetulnya bisa dirasakan dalam banyak hal
dalam hidup kita. Dalam hal rezeki, kesehatan, rumah tangga, pekerjaan, bahkan
pertemanan. Jika ada keberkahan, akan banyak ketenangan dan manfaat yang terasa.
Bukan saja dirasakan oleh kita, namun juga oleh orang-orang di sekitar kita.
Sebaliknya, sesuatu yang tidak berkah, walau banyak dan serba ada, terasa tidak
memuaskan atau malah tidak terasa manfaatnya. Dalam tataran yang lain,
ketidakberkahan akan berakibat pada segala hal yang menyusahkan, sempit, cepat
musnah, dan selalu kurang.
Dalam kamus bahasa Arab, berkah diartikan sebagai
suatu pertumbuhan, pertambahan, kebaikan. Sedangkan dalam konteks Al-Qur’an dan
Hadits, berkah bermakna manfaat atau inti dari kebaikan sesuatu.
Maka tak heran, keberkahan sesungguhnya adalah segala
sesuatu yang dicari oleh setiap orang, karena fitrah manusia mendamba kebaikan
yang selalu ada dalam keberkahan. Gudang kebaikan ada dalam keberkahan, dan ia
tidak terikat pada penampilan, jumlah, kedudukan, dan ukuran kebendaan lainnya.
Yang sedikit, sederhana, jika disyukuri dan
bermanfaat, itulah berkah dan menjadi sumber kebahagiaan.
Halal dan Berkah Bagai Saudara
Kandung
Menurut Ustadz Amang Syafrudin,
Lc, M.Psi, pembina dan pengajar di jurusan syari’ah Sekolah
Tinggi Agama Islam Al-Qudwah, Depok, halal dan berkah adalah sebuah kesatuan
yang tidak terpisahkan. Halal merupakan bagian dari kepatuhan kepada Allah,
sedang keberkahan sangat terkait dengan kehalalan itu sendiri. Yaitu,
mengupayakan sesuatu harus halal dan menggunakannya semata untuk kebaikan di
jalan Allah.
Inilah yang membedakan mengapa yang “bagus dan banyak”
menurut hawa nafsu tidak selalu membawa keberkahan, karena ia belum tentu dari
yang halal dan tidak selalu digunakan di
jalan Allah. Karenanya, halal ibarat saudara kandungnya berkah. Di mana ada
usaha halal, di situlah berkah mudah datang.
Halal sendiri diartikan sebagai sesuatu yang dibenarkan
agama, dan lawannya adalah haram atau dilarang. Semua ini adalah hak prerogatif
Allah dalam menentukannya. “Katakanlah: Terangkanlah kepadaku tentang rezeki
yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan
(sebagiannya) halal. Katakanlah: Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu
(tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja terhadap
Allah?” (QS Yunus [10]: 59).
Kita sebagai Muslim harus meyakini bahwa perintah
menjaga yang halal dan menjauhi yang haram adalah memiliki kebaikan seratus
persen untuk kita, dan ini termasuk dalam memaknai ketaatan. Jangan
coba-coba mendekati yang haram karena tak hanya keberkahan yang hilang, berbagai
kesulitan pun akan mengiringi sampai ke akhirat.
Terkait dengan makanan, prinsip berkah ditambah dengan
aturan thayyib (baik). Makanan tersebut
bukan hanya zat dan prosesnya saja yang halal, tapi kandungannya juga harus aman
dan baik untuk tubuh kita.
Rahasia Menggapai Berkah
Manusia tak lepas dari khilaf dan alpa, sehingga dalam
berikhtiar atau menggunakan sesuatu, tersimpan perilaku yang membuat keberkahan
menjauh. Kasus Fulanah di atas harus menjadi refleksi buat kita. Karenanya, kita
harus selalu memantaskan diri untuk menjadi hamba Allah yang layak mendapat
keberkahan.
Bagaimana caranya? Menurut Amang, sebetulnya cara untuk
mendapatkan keberkahan tidak sulit, yaitu dengan sedapat mungkin meningkatkan
wawasan, pengetahuan, kesadaran, dan ketakwaan. “Takwa itu sederhana, jalankan
perintah-Nya dan jauhi larangan-Nya!” tegasnya. Bukankah Allah berfirman, “Jikalau
sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi,” (QS Al-A’raf [7]:
96).
Mari senantiasa memohon ampun pada Allah akan segala
kekhilafan diri, serta mohonkan agar kehidupan kita selalu didekatkan dengan
keberkahan melalui hidayah-Nya yang tak pernah putus. Karena dengan hidayah
Allah, hati yang keras akan melunak, pikiran yang buntu menjadi tercerahkan,
perbuatan yang buruk akan dicondongkan pada kebaikan.
Tanda-tanda Dihinggapi Berkah
1. Selalu mensyukuri apa
yang ada dan tidak mudah tergiur dengan milik orang
lain.
- Diri, keluarga, dan harta, tak hanya dirasakan sendiri manfaatnya, tapi juga bermanfaat bagi orang lain.
- Walau harta tak banyak, rasanya cukup memenuhi kebutuhan. Jika kurang, ada saja jalan keluar untuk memenuhinya.
- Jiwa tenang dan semakin dekat pada Allah.
- Ringan dalam mengeluarkan zakat, infak, dan sedekah. Tidak pernah merasa khawatir hartanya akan berkurang.
- Bertambahnya jumlah, bertambah pula kebaikan yang ada padanya