Sabtu, 17 Februari 2018

cerita islami

Musafir yang Tetap Bahagia Mendapat Musibah 

by : tmt.m


Thursday, February 15, 2018 2:36 PM
Seorang pria muda baru pulang berbelanja dari sebuah minimarket. Biasanya usai belanja keceriaannya terpancar berlipat-lipat. Namun, kali ini selain kesenduan, sumpah serapah juga mengalir dari mulutnya. Dia baru saja kehilangan helm barunya. “Aku sengaja beli helm mahal supaya tahan lama.
Tapi malah digondol maling keparat itu!” omelnya. Semalaman dia mengomel terus dengan muka marah padam. Para pegawai minimarket hanya mengerut ketakutan saat dikomplain soal kehilangan tersebut. Dia betul-betul kecewa dan marah besar atas kejadian tersebut. “Kalau maling itu kutemukan, dia pasti kucincang-cincang sampai lumat.” Sesampainya dirumah, istrinya bertanya, “Apa yang kaurasakan saat ini?” Suaminya menjelaskan dengan suara tinggi,
“Kepalaku pusing, pandanganku berkunang-kunang, darahku mendidih, selera makanku hilang.” Beruntunglah Pria itu mempunyai Istri yang pandai menghibur dan menggembirakan sang suami. “Bukan hanya helm yang berhasil dicuri maling itu, tapi juga kebahagiaan hidupmu, sayang. Bila kau terus-terusan marah, penyakit darah tinggimu akan kambuh, pikiran jadi kacau hingga tak bisa mencari nafkah dengan baik. Jika kau ikhlas dan lebih berhati-hati dilain waktu, pikiranmu akan tenang sehingga bisa mencari rezeki yang lebih banyak. Insya Allah, rezeki yang diperoleh dengan ketenangan itu melebihi harga helm yang hilang,” terang istrinya. “Aku menabung lama untuk membeli helm mahal itu. Aku belum bisa menerima kenyataan ini, aku tak rela,” ungkap suaminya masih kesal. “Baiklah, maukah kau mendengar kisah tentang orang saleh yang tak mau kehilangan kebahagiaannya? ” tanya istrinya. Suami yang kelelahan akibat kehabisan energi meluapkan amarah itu tak punya pilihan kecuali menyetujui tawaran istrinya.
Si istri pun memulai ceritanya: Suatu hari seorang musafir mengalami kejadian buruk ditempat baik. Sengaja dia datang ke masjid guna menunaikan ibadah beribadah kepada Allah. Tak ada perbuatan buruk yang dilakukannya ditempat suci itu. Bahkan doa yang dipanjatkan kepada Allah SWT hanyalah yang berkaitan dengan kebaikan. Seusai shalat, musafir itu keluar dari masjid. Ternyata sandal satu-satunya hilang dari tempat semula. Semua orang di sana telah ditanyai, tapi tak seorang pun yang mengetahui ke mana raibnya. Masjid itu dia kelilingi. Setiap inci diperhatikan, siapa tahu sandal itu terselip atau terlempar jauh. Namun, segala upaya tak menghasilkan apa-apa, sandalnya raib digondol entah siapa. Bagaimana dia akan melanjutkan perjalanan jauh tanpa alas kaki? Sementara itu, dia tak punya cukup uang untuk membeli sandal baru. Di zaman itu sandal adalah barang yang sangat mewah, hanya segelintir orang yang sanggup memilikinya. Musafir malang itu menangis tersedu-sedu dipelataran masjid. Kesedihannya amat mendalam hingga tak malu meneteskan air mata didepan umum. Namun, tidak seorang pun datang menghiburnya, sekadar bertanya penyebab kesedihannya. Dia betul-betul sendirian menghadapi masalahnya.
Tangisannya terhenti saat sesosok istimewa melintas dihadapannya. Orang itu tersenyum sangat indah hingga orang lain merasakan kedamaian. Senyuman itu bahkan menghentikan tangisan orang yang tengah bersedih. Hal yang mengagetkan, ternyata sosok yang menakjubkan itu tidak punya kaki sama sekali alias buntung. Musafir itu bergumam, “Dia yang kehilangan dua kaki saja masih bisa tersenyum bahagia. Dia bahagia dengan takdirnya. Sementara aku yang hanya kehilangan sandal malah berduka cita. Bukan cuma sandal yang hilang tapi juga kebahagiaanku.”
Istri itu menutup ceritanya dengan menyuguhkan segelas air putih. Suaminya berujar, “Ya, harusnya aku bersyukur cuma helm yang hilang, bukan kepalaku.
Ingat firman Alllah SWT.
“Apa yang di sisi kalian pasti akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah pasti kekal.” (An-Nahl: 96)
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shalih adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (Al-Kahfi: 46)

SELESAI


Al-Balkhi dan Burung Pincang

by : tmt.m


Friday, February 09, 2018 7:11 AM
Alkisah, hiduplah pada zaman dahulu seorang yang terkenal dengan kesalehannya, bernama al-Balkhi. Ia mempunyai sahabat karib yang bernama Ibrahim bin Adham yang terkenal sangat zuhud. Orang sering memanggil Ibrahim bin Adham dengan panggilan Abu Ishak. Pada suatu hari, al-Balkhi berangkat ke negeri orang untuk berdagang. Sebelum berangkat, tidak ketinggalan ia berpamitan kepada sahabatnya itu. Namun belum lama al-Balkhi meninggalkan tempat itu, tiba-tiba ia datang lagi. Sahabatnya menjadi heran, mengapa ia pulang begitu cepat dari yang direncanakannya. Padahal negeri yang ditujunya sangat jauh lokasinya. Ibrahim bin Adham yang saat itu berada di masjid langsung bertanya kepada alBalkhi, sahabatnya. "Wahai al-Balkhi sahabatku, mengapa engkau pulang begitu cepat?" "Dalam perjalanan", jawab al-Balkhi, "Aku melihat suatu keanehan, sehingga aku memutuskan untuk segera membatalkan perjalanan".
"Keanehan apa yang kamu maksud?" tanya Ibrahim bin Adham penasaran. "Ketika aku sedang beristirahat di sebuah bangunan yang telah rusak", jawab al-Balkhi menceritakan, "Aku memperhatikan seekor burung yang pincang dan buta. Aku pun kemudian bertanya-tanya dalam hati. "Bagaimana burung ini bisa bertahan hidup, padahal ia berada di tempat yang jauh dari teman-temannya, matanya tidak bisa melihat, berjalan pun ia tak bisa". "Tidak lama kemudian", lanjut al-Balkhi, "Ada seekor burung lain yang dengan susah payah menghampirinya sambil membawa makanan untuknya. Seharian penuh aku terus memperhatikan gerak-gerik burung itu. Ternyata ia tak pernah kekurangan makanan, karena ia berulangkali diberi makanan oleh temannya yang sehat". "Lantas apa hubungannya dengan kepulanganmu?" tanya Ibrahim bin Adham yang belum mengerti maksud kepulangan sahabat karibnya itu dengan segera. "Maka aku pun berkesimpulan", jawab al-Balkhi seraya bergumam, "Bahwa Sang Pemberi Rizki telah memberi rizki yang cukup kepada seekor burung yang pincang lagi buta dan jauh dari teman-temannya. Kalau begitu, Allah Maha Pemberi, tentu akan pula mencukupkan rizkiku sekali pun aku tidak bekerja". Oleh karena itu, aku pun akhirnya memutuskan untuk segera pulang saat itu juga".
Mendengar penuturan sahabatnya itu, Ibrahim bin Adham berkata, "Wahai al-Balkhi sahabatku, mengapa engkau memiliki pemikiran serendah itu? Mengapa engkau rela mensejajarkan derajatmu dengan seekor burung pincang lagi buta itu? Mengapa kamu mengikhlaskan dirimu sendiri untuk hidup dari belas kasihan dan bantuan orang lain? Mengapa kamu tidak berpikiran sehat untuk mencoba perilaku burung yang satunya lagi? Ia bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan kebutuhan hidup sahabatnya yang memang tidak mampu bekerja? Apakah kamu tidak tahu, bahwa tangan di atas itu lebih mulia daripada tangan di bawah?" Al-Balkhi pun langsung menyadari kekhilafannya. Ia baru sadar bahwa dirinya salah dalam mengambil pelajaran dari kedua burung tersebut. Saat itu pulalah ia langsung bangkit dan mohon diri kepada Ibrahim bin Adham seraya berkata, "Wahai Abu Ishak, ternyata engkaulah guru kami yang baik". Lalu berangkatlah ia melanjutkan perjalanan dagangnya yang sempat tertunda.
Dari kisah ini, mengingatkan kita semua pada hadits yang diriwayatkan dari Miqdam bin Ma'dikarib radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam pernah bersabda, yang artinya: "Tidak ada sama sekali cara yang lebih baik bagi seseorang untuk makan selain dari memakan hasil karya tangannya sendiri. Dan sesungguhnya Nabiyullah Daud 'alaihis salam makan dari hasil jerih payahnya sendiri" (HR. Bukhari).
Ingat Firman Allah:“Dan katakanlah; bekerjalah kamu, maka Allah dan RasulNya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu” (Qs.at Taubah: 105)

SELESAI

Kisah Do'a Wanita Penjual Tempe 
by : tmt.m



Thursday, January 25, 2018 3:18 PM
Di sebuah rumah kecil dipinggiran kota besar. Disana hiduplah seorang perempuan tua yang sangat kuat beribadah. Pekerjaan sehari-harinya ialah membuat tempe dan menjualnya di pasar setiap hari. Ini merupakan satu-satunya sumber pendapatannya untuk membiayai hidupnya. Pada suatu pagi, seperti biasa, ketika beliau sedang bersiap-siap untuk pergi menjual tempenya, tiba tiba dia tersadar kalau tempe yang dibuatnya hari itu masih belum jadi, separuh jadi.
Diperiksanya beberapa bungkusan yang lain. Ternyatalah memang kesemuanya belum jadi. Perempuan tua itu merasa amat sedih sebab tempe yang masih belum menjadi pastinya tidak akan laku dan akibatnya tidak akan ada rezekinya pada hari itu. Dalam suasana hatinya yang sedih, dia yang memang kuat beribadah teringat akan firman Allah yang menyatakan bahawa Tuhan dapat melakukan apa saja yang Allah kehendaki, bahwa bagi Allah tiada yang mustahil.
Lalu diapun mengangkat kedua tangannya sambil berdoa, "Ya Allah..., aku memohon kepadaMu agar kacang kedelai ini menjadi tempe. Amin" Begitulah doa ringkas yang dipanjatkan dengan sepenuh hatinya. Dia sangat yakin bahwa Tuhan pasti mengabulkan doanya. Dengan tenang perempuan tua itu menekan-nekan bungkusan bakal tempe dengan ujung jarinya dan dia pun membuka sedikit bungkusan itu untuk menyaksikan keajaiban kacang kedelai itu menjadi tempe. Namun, dia termenung seketika sebab kacang kedelai itu masih tetap seperti semula. Namun dia tidak putus asa, sebaliknya berfikir mungkin doanya kurang jelas didengar oleh Tuhan. Maka dia pun mengangkat kedua tangannya semula dan berdoa lagi. "Ya Allah, aku tahu bahwa tiada yang mustahil bagiMu. Bantulah aku supaya hari ini aku dapat menjual tempe karena inilah mata pencarianku. Aku mohon agar jadikanlah kacang kedelaiku ini menjadi tempe, Amin" Dengan penuh harapan dan debaran dia pun sekali lagi membuka sedikit bungkusan itu.
Apakah yang terjadi? Dia termangu dan kecewa karena tempenya masih tetap sama!! Sementara itu matahari pun semakin meninggi dan sudah tentu pasar sudah mulai didatangi ramai orang. Dia tetap tidak kecewa atas doanya yang belum terkabul. Walau bagaimanapun karena keyakinannya yang sangat tinggi dia putuskan untuk tetap pergi ke pasar membawa barang jualannya itu. Perempuan tua itu pun berserah pada Tuhan dan meneruskan pergi ke pasar sambil berdoa dengan harapan apabila sampai di pasar kesemua tempenya akan masak. Dia berfikir mungkin keajaiban Tuhan akan terjadi selama perjalanannya ke pasar. Sebelum keluar dari rumah, dia sempat mengangkat kedua tangannya untuk berdoa. "Tuhan, aku percaya, Engkau akan mengabulkan doaku. Sementara aku berjalan menuju pasar, Engkau kurniakanlah keajaiban ini buatku, jadikanlah tempe ini. Amin". Lalu dia pun berangkat. Di sepanjang perjalanan dia tetap tidak lupa membaca doa di dalam hatinya.
Sesampainya di pasar, segera dia meletakkan barang-barangnya. Hatinya betul-betul yakin dengan tempenya sekarang sudah jadi. Dengan hati yang berdebar-debar dia pun membuka bakulnya dan menekan-nekan dengan jarinya setiap bungkusan tempe yang ada. Perlahan-lahan dia membuka sedikit daun pembungkusnya dan melihat isinya. Apa yang terjadi? Tempenya masih belum jadi!! Dia pun kaget seketika lalu menarik nafas dalam-dalam. Dalam hatinya sudah mulai merasa sedikit kecewa dan putus asa kepada Tuhan karena doanya tidak dikabulkan. Dia merasakan Tuhan tidak adil. Allah tidak kasihan padanya, inilah satu-satunya sumber rezekinya, dari hasil jualan tempe. Dia akhirnya cuma duduk saja tanpa memamerkan barang jualannya sebab dia merasa bahwa tidak bakalan ada orang yang akan membeli tempe yang baru separuh menjadi. Sementara itu hari pun semakin sore dan pasar sudah mulai sepi, para pembeli sudah mulai pulang dan berkurang. Dia melihat ke kawan-kawan sesama penjual tempe, tempe mereka sudah hampir habis. Dia tertunduk lesu seperti tidak sanggup menghadapi kenyataan bahwa hari ini tiada hasil jualan yang boleh dibawa pulang. Namun jauh di sudut hatinya masih menaruh harapan terakhir kepada Allah, pasti Allah akan menolongnya.
Walaupun dia tahu bahwa pada hari itu dia tidak akan dapat pendapatan langsung, namun dia tetap berdoa buat kali terakhir, "Tuhan, berikanlah penyelesaian terbaik terhadap tempeku yang belum jadi ini." Tiba-tiba dia dikejutkan dengan teguran seorang wanita. "Maaf ya, saya ingin bertanya, Ibu ada nggak yah yang menjual tempe yang belum jadi? Dari tadi saya sudah keliling pasar ini untuk mencarinya tapi tidak ketemu-ketemu..." Dia termenung dan terheran-heran seketika. Hatinya terkejut sebab sejak berpuluh tahun menjual tempe, tidak pernah seorang pun pelanggannya mencari tempe yang belum jadi. Sebelum dia menjawab sapaan wanita di depannya itu, cepat-cepat dia berdoa di dalam hatinya "Tuhan, saat ini aku tidak mau kacang kedelai ini jadi tempe. Biarlah seperti semula, Amin". Sebelum dia menjawab pertanyaan wanita itu, dia membuka sedikit daun penutup tempenya. Alangkah leganya dia, ternyata memang benar tempenya masih belum jadi! Dia pun rasa gembira dalam hatinya dan bersyukur pada Tuhan. Wanita itu pun memborong habis kesemua tempenya yang belum jadi itu. Sebelum wanita itu pergi, dia sempat bertanya wanita itu, "Mengapa ibu mau membeli tempe yang belum jadi?" Wanita itu menerangkan bahawa anaknya yang kini berada di kota besar ingin makan tempe dari desa. Karena tempe itu akan dikirimkan ke si anak, si ibu tadi membeli tempe yang belum jadi supaya kalau sampai di kota besar nanti tempenya sudah jadi. Kalau dikirim tempe yang sudah jadi, dikhawatirkan tempe itu sudah tidak bagus lagi dan rasanya pun kurang enak.
Perempuan tua itu pun keheranan dan berfikir rupa-rupanya doanya sudah pun dikabulkan oleh Allah SWT. *****
Kita sering memaksakan kehendak kita kepada Allah sewaktu berdoa, padahal sebenarnya ALLAH lebih mengetahui apa yang kita perlukan dan apa yang terbaik untuk diri kita. Senantiasalah berdoa dalam menjalani kehidupan sehari-hari sebagai hambaNya yang lemah. Jangan sekali-kali berputus asa terhadap apa yang kita minta. Percayalah bahwa Allah akan mengabulkan doa kita sesuai dengan rancanganNya yang mungkin di luar jangkauan kita. Tiada yang mustahil bagi Allah...
Ingat Firman Allah :“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al-Baqarah: 186)

SELESAI