Musafir yang Tetap Bahagia Mendapat Musibah
by : tmt.m
Thursday, February 15, 2018 2:36
PM
Seorang pria muda baru pulang berbelanja dari sebuah
minimarket. Biasanya usai belanja keceriaannya terpancar berlipat-lipat. Namun,
kali ini selain kesenduan, sumpah serapah juga mengalir dari mulutnya. Dia baru
saja kehilangan helm barunya. “Aku sengaja beli helm mahal supaya tahan lama.
Tapi malah digondol maling keparat itu!” omelnya.
Semalaman dia mengomel terus dengan muka marah padam. Para pegawai minimarket
hanya mengerut ketakutan saat dikomplain soal kehilangan tersebut. Dia
betul-betul kecewa dan marah besar atas kejadian tersebut. “Kalau maling itu
kutemukan, dia pasti kucincang-cincang sampai lumat.” Sesampainya dirumah,
istrinya bertanya, “Apa yang kaurasakan saat ini?” Suaminya menjelaskan dengan
suara tinggi,
“Kepalaku pusing, pandanganku berkunang-kunang, darahku
mendidih, selera makanku hilang.” Beruntunglah Pria itu mempunyai Istri yang
pandai menghibur dan menggembirakan sang suami. “Bukan hanya helm yang berhasil
dicuri maling itu, tapi juga kebahagiaan hidupmu, sayang. Bila kau terus-terusan
marah, penyakit darah tinggimu akan kambuh, pikiran jadi kacau hingga tak bisa
mencari nafkah dengan baik. Jika kau ikhlas dan lebih berhati-hati dilain waktu,
pikiranmu akan tenang sehingga bisa mencari rezeki yang lebih banyak. Insya
Allah, rezeki yang diperoleh dengan ketenangan itu melebihi harga helm yang
hilang,” terang istrinya. “Aku menabung lama untuk membeli helm mahal itu. Aku
belum bisa menerima kenyataan ini, aku tak rela,” ungkap suaminya masih kesal.
“Baiklah, maukah kau mendengar kisah tentang orang saleh yang tak mau kehilangan
kebahagiaannya? ” tanya istrinya. Suami yang kelelahan akibat kehabisan energi
meluapkan amarah itu tak punya pilihan kecuali menyetujui tawaran istrinya.
Si istri pun memulai ceritanya: Suatu hari seorang
musafir mengalami kejadian buruk ditempat baik. Sengaja dia datang ke masjid
guna menunaikan ibadah beribadah kepada Allah. Tak ada perbuatan buruk yang
dilakukannya ditempat suci itu. Bahkan doa yang dipanjatkan kepada Allah SWT
hanyalah yang berkaitan dengan kebaikan. Seusai shalat, musafir itu keluar dari
masjid. Ternyata sandal satu-satunya hilang dari tempat semula. Semua orang di
sana telah ditanyai, tapi tak seorang pun yang mengetahui ke mana raibnya.
Masjid itu dia kelilingi. Setiap inci diperhatikan, siapa tahu sandal itu
terselip atau terlempar jauh. Namun, segala upaya tak menghasilkan apa-apa,
sandalnya raib digondol entah siapa. Bagaimana dia akan melanjutkan perjalanan
jauh tanpa alas kaki? Sementara itu, dia tak punya cukup uang untuk membeli
sandal baru. Di zaman itu sandal adalah barang yang sangat mewah, hanya
segelintir orang yang sanggup memilikinya. Musafir malang itu menangis
tersedu-sedu dipelataran masjid. Kesedihannya amat mendalam hingga tak malu
meneteskan air mata didepan umum. Namun, tidak seorang pun datang menghiburnya,
sekadar bertanya penyebab kesedihannya. Dia betul-betul sendirian menghadapi
masalahnya.
Tangisannya terhenti saat sesosok istimewa melintas
dihadapannya. Orang itu tersenyum sangat indah hingga orang lain merasakan
kedamaian. Senyuman itu bahkan menghentikan tangisan orang yang tengah bersedih.
Hal yang mengagetkan, ternyata sosok yang menakjubkan itu tidak punya kaki sama
sekali alias buntung. Musafir itu
bergumam, “Dia yang kehilangan dua kaki saja masih bisa tersenyum bahagia. Dia
bahagia dengan takdirnya. Sementara aku yang hanya kehilangan sandal malah
berduka cita. Bukan cuma sandal yang hilang tapi juga kebahagiaanku.”
Istri itu menutup ceritanya dengan menyuguhkan segelas
air putih. Suaminya berujar, “Ya, harusnya aku bersyukur cuma helm yang hilang,
bukan kepalaku.
Ingat firman Alllah
SWT.
“Apa yang di sisi
kalian pasti akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah pasti kekal.” (An-Nahl:
96)
“Harta dan anak-anak
adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shalih
adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu serta lebih baik untuk menjadi
harapan.” (Al-Kahfi: 46)
SELESAI
Al-Balkhi dan Burung Pincang
by : tmt.m
Friday, February 09, 2018 7:11
AM
Alkisah, hiduplah pada zaman dahulu
seorang yang terkenal dengan kesalehannya, bernama al-Balkhi. Ia mempunyai
sahabat karib yang bernama Ibrahim bin Adham yang terkenal sangat zuhud. Orang
sering memanggil Ibrahim bin Adham dengan panggilan Abu Ishak. Pada suatu hari,
al-Balkhi berangkat ke negeri orang untuk berdagang. Sebelum berangkat, tidak
ketinggalan ia berpamitan kepada sahabatnya itu. Namun belum lama al-Balkhi
meninggalkan tempat itu, tiba-tiba ia datang lagi. Sahabatnya menjadi heran,
mengapa ia pulang begitu cepat dari yang direncanakannya. Padahal negeri yang
ditujunya sangat jauh lokasinya. Ibrahim bin Adham yang saat itu berada di
masjid langsung bertanya kepada alBalkhi, sahabatnya. "Wahai al-Balkhi
sahabatku, mengapa engkau pulang begitu cepat?" "Dalam perjalanan", jawab
al-Balkhi, "Aku melihat suatu keanehan, sehingga aku memutuskan untuk segera
membatalkan perjalanan".
"Keanehan apa yang kamu maksud?" tanya Ibrahim bin Adham
penasaran. "Ketika aku sedang beristirahat di sebuah bangunan yang telah rusak",
jawab al-Balkhi menceritakan, "Aku memperhatikan seekor burung yang pincang dan
buta. Aku pun kemudian bertanya-tanya dalam hati. "Bagaimana burung ini bisa
bertahan hidup, padahal ia berada di tempat yang jauh dari teman-temannya,
matanya tidak bisa melihat, berjalan pun ia tak bisa". "Tidak lama kemudian",
lanjut al-Balkhi, "Ada seekor burung lain yang dengan susah payah menghampirinya
sambil membawa makanan untuknya. Seharian penuh aku terus memperhatikan
gerak-gerik burung itu. Ternyata ia tak pernah kekurangan makanan, karena ia
berulangkali diberi makanan oleh temannya yang sehat". "Lantas apa hubungannya
dengan kepulanganmu?" tanya Ibrahim bin Adham yang belum mengerti maksud
kepulangan sahabat karibnya itu dengan segera. "Maka aku pun berkesimpulan",
jawab al-Balkhi seraya bergumam, "Bahwa Sang Pemberi Rizki telah memberi rizki
yang cukup kepada seekor burung yang pincang lagi buta dan jauh dari
teman-temannya. Kalau begitu, Allah Maha Pemberi, tentu akan pula mencukupkan
rizkiku sekali pun aku tidak bekerja". Oleh karena itu, aku pun akhirnya
memutuskan untuk segera pulang saat itu juga".
Mendengar penuturan sahabatnya itu, Ibrahim bin Adham
berkata, "Wahai al-Balkhi sahabatku, mengapa engkau memiliki pemikiran serendah
itu? Mengapa engkau rela mensejajarkan derajatmu dengan seekor burung pincang
lagi buta itu? Mengapa kamu mengikhlaskan dirimu sendiri untuk hidup dari belas
kasihan dan bantuan orang lain? Mengapa kamu tidak berpikiran sehat untuk
mencoba perilaku burung yang satunya lagi? Ia bekerja keras untuk mencukupi
kebutuhan hidupnya dan kebutuhan hidup sahabatnya yang memang tidak mampu
bekerja? Apakah kamu tidak tahu, bahwa tangan di atas itu
lebih mulia daripada tangan di bawah?" Al-Balkhi pun
langsung menyadari kekhilafannya. Ia baru sadar bahwa dirinya salah dalam
mengambil pelajaran dari kedua burung tersebut. Saat itu pulalah ia langsung
bangkit dan mohon diri kepada Ibrahim bin Adham seraya berkata, "Wahai Abu
Ishak, ternyata engkaulah guru kami yang baik". Lalu berangkatlah ia melanjutkan
perjalanan dagangnya yang sempat tertunda.
Dari kisah ini, mengingatkan kita semua pada hadits yang
diriwayatkan dari Miqdam bin Ma'dikarib radhiyallahu 'anhu, bahwasanya
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam pernah bersabda, yang artinya:
"Tidak ada sama sekali cara yang lebih baik bagi
seseorang untuk makan selain dari memakan hasil karya tangannya sendiri. Dan
sesungguhnya Nabiyullah Daud 'alaihis salam makan dari hasil jerih payahnya
sendiri" (HR. Bukhari).
Ingat Firman Allah:“Dan katakanlah; bekerjalah kamu, maka Allah dan RasulNya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu” (Qs.at Taubah: 105)
Ingat Firman Allah:“Dan katakanlah; bekerjalah kamu, maka Allah dan RasulNya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu” (Qs.at Taubah: 105)
SELESAI
Kisah Do'a Wanita Penjual Tempe
by : tmt.m
Thursday, January 25, 2018 3:18
PM
Di sebuah rumah kecil dipinggiran kota besar. Disana
hiduplah seorang perempuan tua yang sangat kuat beribadah. Pekerjaan
sehari-harinya ialah membuat tempe dan menjualnya di pasar setiap hari. Ini
merupakan satu-satunya sumber pendapatannya untuk membiayai hidupnya. Pada suatu
pagi, seperti biasa, ketika beliau sedang bersiap-siap untuk pergi menjual
tempenya, tiba tiba dia tersadar kalau tempe yang dibuatnya hari itu masih belum
jadi, separuh jadi.
Diperiksanya beberapa bungkusan yang lain. Ternyatalah
memang kesemuanya belum jadi. Perempuan tua itu merasa amat sedih sebab tempe
yang masih belum menjadi pastinya tidak akan laku dan akibatnya tidak akan ada
rezekinya pada hari itu. Dalam suasana
hatinya yang sedih, dia yang memang kuat beribadah teringat akan firman Allah
yang menyatakan bahawa Tuhan dapat melakukan apa saja yang Allah kehendaki,
bahwa bagi Allah tiada yang mustahil.
Lalu diapun mengangkat kedua tangannya sambil berdoa,
"Ya Allah..., aku memohon kepadaMu agar kacang kedelai ini menjadi tempe. Amin"
Begitulah doa ringkas yang dipanjatkan dengan sepenuh hatinya. Dia sangat yakin
bahwa Tuhan pasti mengabulkan doanya. Dengan tenang perempuan tua itu
menekan-nekan bungkusan bakal tempe dengan ujung jarinya dan dia pun membuka
sedikit bungkusan itu untuk menyaksikan keajaiban kacang kedelai itu menjadi
tempe. Namun, dia termenung seketika sebab kacang kedelai itu masih tetap
seperti semula. Namun dia tidak putus asa, sebaliknya berfikir mungkin doanya
kurang jelas didengar oleh Tuhan. Maka dia pun mengangkat kedua tangannya semula
dan berdoa lagi. "Ya Allah, aku tahu bahwa tiada yang mustahil bagiMu. Bantulah
aku supaya hari ini aku dapat menjual tempe karena inilah mata pencarianku. Aku
mohon agar jadikanlah kacang kedelaiku ini menjadi tempe, Amin" Dengan penuh
harapan dan debaran dia pun sekali lagi membuka sedikit bungkusan itu.
Apakah yang terjadi? Dia termangu dan kecewa karena
tempenya masih tetap sama!! Sementara itu matahari pun semakin meninggi dan
sudah tentu pasar sudah mulai didatangi ramai orang. Dia tetap tidak kecewa atas
doanya yang belum terkabul. Walau bagaimanapun karena keyakinannya yang sangat
tinggi dia putuskan untuk tetap pergi ke pasar membawa barang jualannya itu.
Perempuan tua itu pun berserah pada Tuhan dan meneruskan pergi ke pasar sambil
berdoa dengan harapan apabila sampai di pasar kesemua tempenya akan masak. Dia
berfikir mungkin keajaiban Tuhan akan terjadi selama perjalanannya ke pasar.
Sebelum keluar dari rumah, dia sempat mengangkat kedua tangannya untuk berdoa.
"Tuhan, aku percaya, Engkau akan mengabulkan doaku. Sementara aku berjalan
menuju pasar, Engkau kurniakanlah keajaiban ini buatku, jadikanlah tempe ini.
Amin". Lalu dia pun berangkat. Di sepanjang perjalanan dia tetap tidak lupa
membaca doa di dalam hatinya.
Sesampainya di pasar, segera dia meletakkan
barang-barangnya. Hatinya betul-betul yakin dengan tempenya sekarang sudah jadi.
Dengan hati yang berdebar-debar dia pun membuka bakulnya dan menekan-nekan
dengan jarinya setiap bungkusan tempe yang ada. Perlahan-lahan dia membuka
sedikit daun pembungkusnya dan melihat isinya. Apa yang terjadi? Tempenya masih
belum jadi!! Dia pun kaget seketika lalu menarik nafas dalam-dalam. Dalam
hatinya sudah mulai merasa sedikit kecewa dan putus asa kepada Tuhan karena
doanya tidak dikabulkan. Dia merasakan Tuhan tidak adil. Allah tidak kasihan
padanya, inilah satu-satunya sumber rezekinya, dari hasil jualan tempe. Dia
akhirnya cuma duduk saja tanpa memamerkan barang jualannya sebab dia merasa
bahwa tidak bakalan ada orang yang akan membeli tempe yang baru separuh menjadi.
Sementara itu hari pun semakin sore dan pasar sudah mulai sepi, para pembeli
sudah mulai pulang dan berkurang. Dia melihat ke kawan-kawan sesama penjual
tempe, tempe mereka sudah hampir habis. Dia tertunduk lesu seperti tidak sanggup
menghadapi kenyataan bahwa hari ini tiada hasil jualan yang boleh dibawa pulang.
Namun jauh di sudut hatinya masih menaruh harapan terakhir kepada Allah, pasti
Allah akan menolongnya.
Walaupun dia tahu bahwa pada hari itu dia tidak akan
dapat pendapatan langsung, namun dia tetap berdoa buat kali terakhir, "Tuhan,
berikanlah penyelesaian terbaik terhadap tempeku yang belum jadi ini." Tiba-tiba
dia dikejutkan dengan teguran seorang wanita. "Maaf ya, saya ingin bertanya, Ibu
ada nggak yah yang menjual tempe yang belum jadi? Dari tadi saya sudah keliling
pasar ini untuk mencarinya tapi tidak ketemu-ketemu..." Dia termenung dan
terheran-heran seketika. Hatinya terkejut sebab sejak berpuluh tahun menjual
tempe, tidak pernah seorang pun pelanggannya mencari tempe yang belum jadi.
Sebelum dia menjawab sapaan wanita di depannya itu, cepat-cepat dia berdoa di
dalam hatinya "Tuhan, saat ini aku tidak mau kacang kedelai ini jadi tempe.
Biarlah seperti semula, Amin". Sebelum dia menjawab pertanyaan wanita itu, dia
membuka sedikit daun penutup tempenya. Alangkah leganya dia, ternyata memang
benar tempenya masih belum jadi! Dia pun rasa gembira dalam hatinya dan
bersyukur pada Tuhan. Wanita itu pun memborong habis kesemua tempenya yang belum
jadi itu. Sebelum wanita itu pergi, dia sempat bertanya wanita itu, "Mengapa ibu
mau membeli tempe yang belum jadi?" Wanita itu menerangkan bahawa anaknya yang
kini berada di kota besar ingin makan tempe dari desa. Karena tempe itu akan
dikirimkan ke si anak, si ibu tadi membeli tempe yang belum jadi supaya kalau
sampai di kota besar nanti tempenya sudah jadi. Kalau dikirim tempe yang sudah
jadi, dikhawatirkan tempe itu sudah tidak bagus lagi dan rasanya pun kurang
enak.
Perempuan tua itu pun keheranan dan berfikir
rupa-rupanya doanya sudah pun dikabulkan oleh Allah SWT. *****
Kita sering memaksakan kehendak kita kepada Allah
sewaktu berdoa, padahal sebenarnya ALLAH lebih mengetahui apa yang kita perlukan
dan apa yang terbaik untuk diri kita. Senantiasalah berdoa dalam menjalani
kehidupan sehari-hari sebagai hambaNya yang lemah. Jangan sekali-kali berputus
asa terhadap apa yang kita minta. Percayalah
bahwa Allah akan mengabulkan doa kita sesuai dengan rancanganNya yang mungkin di
luar jangkauan kita. Tiada yang mustahil bagi
Allah...
Ingat Firman Allah
:“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah),
bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa
apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada
dalam kebenaran.” (QS. Al-Baqarah: 186)
SELESAI